Oleh :
Sudirman Duhari
Aspal
Buton di Sulawesi Tenggara (Sultra) sebenarnya merupakan kekayaan alam
Indonesia yang potensinya terbesar di dunia. Jumlah deposit mencapai 677
juta ton. Kadar aspal yang terkandung didalamnya terbilang sangat
besar, jika dibandingkan dengan kadar aspal alam negara lain. Kadar
aspal Buton bervariasi antara 15-40 persen. Dibandingkan kadar aspal
alam negara- negara lain seperti yang terdapat di Amerika hanya 12–15
persen, Perancis 6–10 persen.
Meski potensinya terbanyak di dunia dan kadar yang terkandung dalam
aspal Buton sangat tinggi dibanding aspal alam negara lain, namun
kekayaan alam Indonesia yang satu ini bisa dibilang masih
terabaikan. Indonesia lebih senang menggunakan aspal minyak impor untuk
memenuhi kebutuhan aspal dalam negeri, termasuk juga di daerah
penghasil aspal Buton, Sulawesi Tenggara.
Alhasil, di daerah penghasil aspal di Buton, Sulawesi
Tenggara pun masih banyak ditemukan jalan rusak bahkan jalan tanah. Dari
7.263 panjang jalan di Sultra, sekitar 50 persen dilaporkan dalam
kondisi rusak sampai rusak berat. Sementara ribuan kilo meter belum
tersentuh aspal. Kalaupun diaspal, asal kendaraan roda dua dan roda
empat hanya bisa lewat saat musim panas. Tapi di musim hujan, jalan
mulai berlubang, bergelombang, becek mirip kubangan kerbau. Ibu-ibu
hamil yang naik kendaraan bisa-bisa keguguran kandungan karena goncangan
hebat dari kendaraan yang jalannya terseok-seok dan terbanting-banting.
Guncangannya lebih keras dan lebih menyakitkan dari pada guncangan
ombak laut. Jalan jalan rusak masih banyak ditemukan baik di jalan yang
berstatus jalan negara, jalan provinsi, jalan Kabupaten, apalagi jalan
usaha tani. Dibeberapa tempat animo masyarakat untuk bertani melemah
karena tingginya biaya pengangkutan produksi pertanian.
Akibatnya, lalu lintas barang, jasa dan orang didaerah yang memiliki
kekayaan berupa aspal itu menjadi terhambat. Perekonomian daerah sulit
berkembang. Tak heran jika jauh tertinggal bila dibandingkan dengan
daerah Jawa yang umumnya, jalan sudah mulus dengan aspal
hotmix dari
aspal minyak impor. Biaya angkut dan transpor di Jawa jauh lebih murah
dibanding di luar jawa. Harga barangpun lebih tinggi. Makanya makin ke
kawasan Timur Indonesia makin menampakkan sosok kemiskinan akibat
tingginya biaya dan mahalnya harga barang. Sebuah gambaran masih adanya
kesenjangan atau ketimpangan antar wilayah di Indonesia.
Penggunaan aspal minyak impor ini sangat menguras devisa negara
akibat minimnya penggunaan aspal Buton. Pemanfatan aspal Buton membangun
jalan di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1970 pada ruas
jalan Cimahi – Padalarang sepanjang 3 km, dan penelitian penggunaan
Aspal Buton untuk ruas jalan Jakarta – Cirebon sepanjang 240 km.
Kemudian tahun 1980–an Bina Marga memamfaatkan Aspal Buton dengan
membuat berbagai type konstruksi.
Produksi Aspal Buton pernah mencapai keemasannya pada tahun 1980
hingga tahun 1984, dimana jumlah produksi mencapai 300 ribu ton per
tahun, dengan nilai jual Rp 4 miliar per tahun. Pada tahun 1984
Pemerintah Pusat dengan berbagai pertimbangan pengelolaan aspal Buton
diserahkan kepada PT.Sarana Karya (Persero) berdasarkan PP No.3 Tahun
1984. Pengelolaan Aspal Buton yang dilakukan PT.Sarana Karya tahun 1984
-1997 dengan capaian produksi aspal 110 ribu ton per tahun.
Pada tahun 1997/1998 PT.Sarana Karya hampir pailit dalam kondisi
Indonesia saat itu mengalami krisis moneter, bahkan pada tahun 1999/2000
direncanakan untuk diakuisisi.
Seiring dengan pembangunan pabrik aspal minyak oleh Pertamina di
Indonesia dengan alasan aspal minyak memiliki kualitas lebih baik dan
metode pengolahan yang mudah dan standar. Sejak beberapa tahun lalu,
sekitar 97 persen pembangunan jaringan jalan di seluruh Indonesia
sangat tergantung pada penggunaan aspal minyak , dengan total kebutuhan
rata-rata nasional sekitar 1,2–2 juta ton per tahunnya. Kondisi ini
sangat berpengaruh pada pemamfatan aspal Buton yang semakin menurun.
Saat ini utilitas (kebutuhan) Aspal Buton hanya sekira 3 persen dari
kebutuhan aspal nasional.
Namun dengan terus meningkatnya kebutuhan aspal minyak nasional untuk
pembangunan jaringan jalan di Indonesia, ternyata belum bisa dipenuhi
dengan aspal minyak produksi Pertamina. Produktifitas aspal dari
perusahaan milik negara ini, hanya sekira 500.000 ton per tahunnya atau
hanya sekitar 50 persen dari kebutuhan dalam negeri, sehingga untuk
mencukupi kebutuhan harus dengan cara impor dari berbagai negara dalam
bentuk aspal curah maupun aspal drum.
Buhardiman, ST, MS dalam tulisannya di Kendari Pos edisi tanggal 10
Agustus 2009 lalu menghitung jika Indonesia mengimpor aspal minyak
sebanyak 60.000 ton/tahun dengan asumsi harga Rp 7.000/kg, maka berarti
sekitar Rp 8,4 trilun per tahun anggaran negara hanya untuk belanja
aspal. Tentu ini berpotensi terjadinya pengurangan devisa negara yang
cukup besar.
Seiring dengan makin melonjaknya harga aspal minyak sejak tahun 2002,
maka sudah saatnya Indonesia beralih menggunakan kekayaan alamnya
sendiri yakni aspal Buton. Memang benar masih ada kelemahan aspal
Buton, namun dari berbagai seminar, penelitian, uji coba dan telah
dilakukan modifikasi dan perbaikan produk serta didukung pula dengan
perkembangan dan kemajuan tehnologi. Kini aspal Buton
menunjukkan banyak keunggulan.
Hasil pengujian Balitbang Departemen PU, misalnya, didapat campuran
beraspal yang ditambah aspal Buton menghasilkan campuran beraspal yang
bermutu baik dengan kecenderungan:
stabilitas marshal campuran
beraspal yang lebih tinggi, stabilitas dinamis campuran beraspal yang
lebih tinggi, meningkatkan umur konstruksi (hasil uji
fatigue), lebih tahan terhadap perubahan temperatur, serta nilai
modulus yang meningkat
Kecenderungan tersebut terjadi karena aspal Buton mengandung bahan
aromatik dan resin yang tinggi sehingga di dalam campuran aspal Buton
mempunyai daya lekat yang lebih tinggi (anti
stripping), kelenturan yang tinggi (
fatigue life tinggi). Dengan demikian aspal Buton cocok digunakan untuk lokasi temperatur tinggi (tropis) dan cocok pula untuk digunakan
hevy loaded highway .
Tentu saja dalam penggunaan aspal Buton harus ditunjang pengendalian
mutu, karena dalam banyak kasus, pelaksana lapangan kurang memahami
pengaruh penggunaan aspal buton dalam campuran beraspal.
Keunggulan lainnya, aspal Buton harganya lebih murah dan kompetitif.
Sesuai penjelasan KSO Timah-Saka dalam suatu seminat di Kendari tahun
2009 lalu, perhitungan perbandingan harga satuan per ton material
campuran di AMP(hotmix aspal minyak VS hotmix asbuton Lawele terdapat
penghematan harga sebesar 21 persen. Perhitungan lebih ekonomis
pula dapat terliat antara perbandingan per ton mix (hot mix aspal
minyak VS eady mix asbuton Lawele) terdapat penghematan 38,37 persen.
Kemajuan teknologi cukup mendukung untuk penggunaan aspal Buton,
baik pemenuhankebutuhan aspal dalam negeri bahkan bukan tidak mungkin
bisa mensuplai kebutuhan aspal dunia khususnya negara-negara berkembang
atau daerah-daerah dengan kepadatan lalu lintas harian rata (LHR) yang
masih rendah.
Akan tetapi seperti diungkapkan oleh Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur
Alam, “Kalau tak ada komitmen dan kebijakan khusus dari pemerintah
pusat, maka sebanyak apapun kajian, penelitian, seminar dan uji coba
yang dilakukan,hanya akan menghasilkan kertas dokumen yang mungkin hanya
bisa bertumpuk tinggi sampai dilangit, namun tak bermamfaat bagi
penggunaan aspal buton, maupun untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat
Indonesia”” kata Nur Alam dalam suatu kesempatan seminar.
Jika seandainya pemerintahan Jokowi-JK memiliki komitmen dan
kebijakan pengembangan dan penggunaan aspal Buton secara nasional, maka
sudah bisa dipastikan akan membuka lapangan kerja sekaligus akan sangat
mendukung kebijakan pembangunan tol Laut. Lalu lintas kapal barang
yang menghubungkan kawasan barat dan kawasan timur Indonesia tak lagi
mengeluhkan muatan balik, karena bisa mengangkut aspal untuk kebutuhan
dalam negeri bahkan kebutuhan, negara-negara lain. Dengan demikian akan
meningkatkan pendapatan, kesejahteraan masyarakat serta mendorong
pertumbuhan ekonomi daerah bahkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.Semoga
*
Penulis adalah Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Sulawesi Tenggara
– See more at: http://kendarinews.com/content/view/16064/459/#sthash.J3rgImUK.dpuf
sumber : http://kendarinews.com/content/view/16064/459/